Cropping Factor

Kop_20

.

.

Pernah baca bahwa kamera D-SLR entry level saat ini kebanyakan memiliki sensor yang lebih kecil dibandingkan kamera SLR? Pernah bingung soal istilah ‘full-frame equivalent’ saat membaca mengenai spesifikasi lensa yang diperuntukan bagi D-SLR entry? Hehehe.. saya juga pernah bingung..

Sejak masa awal dimulainya era kamera Digital SLR, salah satu aspek utama yang dikorbankan untuk membuat sebuah kamera D-SLR yang ‘murah’ adalah ukuran sensor. Hal ini masuk akal karena biaya produksi unit sensor digital yang cukup mahal.  Kamera-kamera D-SLR kelas bawah hingga kelas menengah terpaksa mengalami ‘pemotongan’ ukuran sensor ini.

Pada jaman fotografi analog, standar ukuran sensor kamera SLR adalah 36 x 24mm. Saat ini, banyak kamera D-SLR hanya memiliki ukuran sensor kurang lebih 22 x 15mm. Bayangkan… terjadi pemotongan luas sensor hingga lebih dari 50%!!!

Oleh karena itu, kamera Digital SLR bisa digolongkan kepada dua kelompok besar berdasarkan ukuran sensornya, yaitu

  • kamera DSLR Full-frame (bidang frame hijau pada gambar 1) ; yaitu kamera D-SLR yang memiliki ukuran sensor digital sebesar yang dimiliki oleh kamera SLR (36x24mm tadi.. ). Biasanya kamera D-SLR kelas profesional yang harganya busyet mahal buanget!!!
  • kamera DSLR cropped (bidang frame biru pada gambar 1); tipe kamera D-SLR yang menjadi korban ‘pengurangan’ anggaran ukuran sensor, jadi sensornya lebih kecil daripada ukuran sensor kamera SLR…

Nah, padahal ukuran sensor ini berhubungan lekat dengan jarak fokal.

Cropped sensor

Gambar 1. Bagan sistem penangkapan bidang pandang oleh sensor dan perbandingan penangkapan sensor full-frame dan tangkapan sensor yang mengalami pemotongan ukuran.

Idealnya sensor menangkap hampir seluruh bidang pemandangan yang dilihat oleh lensa.

Lalu apa yang terjadi jika ukuran sensor diperkecil?? Tentu saja, sensor digital hanya menangkap sebagian di bagian tengah dari keseluruhan bidang pemandangan yang dilihat oleh lensa (lihat gambar 1). Oleh karena itu, tentu saja ancer-ancer jarak fokal pada hasil gambarnya ikut berubah.

Kenapa Jarak Fokal pada Hasil Gambarnya Berubah?

Misalnya; saat menggunakan lensa wide dengan jarak fokal 28 mm; Idealnya seluruh bidang pandang yang dilihat lensa dapat ditangkap oleh sensor digital. Kita misalkan di dalam scene yang dibidik terdapat menara museum Fatahillah berada tepat di tengah view (lihat gambar 2), dan karena penggunaan lensa wide 28mm pada kamera dengan sensor full-frame, menara tersebut muncul sebagai bagian kecil dari keseluruhan frame gambar (Gb.2 bidang frame hijau).

Nah, jika sensor digitalnya diperkecil (cropped), tentu saja sensor tersebut hanya menangkap sebagian dari pemandangan yang dilihat oleh lensa. Hal ini menyebabkan menara tersebut akan nampak lebih besar pada gambar hasil akhirnya (Gb.2 bidang frame merah, biru, dan coklat). Bidang pandang yang muncul pada gambar hasil akhirnya pun lebih sempit dari yang dilihat lensa.

RZ Simulasi CF-01

Gambar 2. Perbandingan bidang tangkapan pada beberapa tipe ukuran sensor dengan lensa yang sama, yaitu lensa 28mm

Namun setelah ditilik, tentunya bidang pandang yang muncul pada gambar tersebut memiliki kemiripan dengan luas bidang pandang yang dimiliki oleh lensa dengan jarak fokal yang lebih tele (milimeter yang lebih besar) pada sensor fullframe.

Dalam hal ini (misalnya) ternyata setara dengan luas bidang pandang yang dimiliki lensa 42mm pada kamera fullframe. Nah, proses pembandingan luas bidang pandang inilah yang melahirkan istilah cropping factor. Karena sesungguhnya lensa yang digunakan adalah lensa 28 mm, namun dengan sensor digital yang ukurannya diperkecil, gambar hasil akhirnya memiliki bidang pandang yang serupa dengan lensa 42 mm pada sensor fullframe, maka kamera D-SLR ini disebut memiliki cropping factor, yaitu sebesar 1,5 kali. Nilai ini didapat dari 42mm dibagi 28mm, hasilnya 1,5…. Atau secara simpel disimpulkan : Sensor kamera D-SLR ini menangkap bidang pandang setara dengan bidang pandang lensa dengan jarak fokal 1,5 kali lebih besar yang diambil dengan sensor full-frame. Langsung terjawab kan kebingungan mengenai istilah full-frame equivalent?

Belum terjawab? Ok, kita pakai contoh real saja.

Contoh Real!! full-frame equivalent…

Lensa Canon EF-s 10-22mm yang dipasang pada bodi dengan ukuran sensor APS-C Canon (Crop Factor 1,6)

akan menghasilkan gambar dengan bidang pandang yang serupa dengan yang dihasilkan oleh

lensa Canon EF 16-35mm L yang dipasang pada bodi dengan ukuran sensor fullframe.

Kenapa? Karena 10mm x 1,6 = 16mm dan 22mm x 1,6 = +35mm.

Jadi pada spesifikasi Lensa Canon EF-s 10-22mm pasti tercantum pernyataan bahwa ‘lensa EF-s 10-22mm memiliki fullframe equivalent 16-35mm’

Tadaaaa… demikianlah…. sudah jelas kan??? Apa? Belum juga??? Kalau belum, baca dari awal lagi aja… 😀

Sekedar mengingatkan, istilah full-frame equivalent hanya ada di lensa-lensa yang diperuntukan bagi kamera dengan sensor cropped. Lensa Canon 10-22mm ini adalah salah satunya. Bisa dilihat dari kode peruntukan mount-nya, yaitu EF-S. Semua lensa dengan kode EF-S ini diperuntukkan bagi bodi dengan sensor cropped. Tidak dapat dipakai di kamera-kamera fullframe.

Tipe Kamera D-SLR dengan Crop Factor…

Daftar berikut cuma sebagian tipe D-SLR yang masih banyak beredar aja ya…

  • Seluruh kamera D-SLR Canon kelas Rebel (mulai dari EOS 300D, 350D, 400D, 450D, dan 500D) dan Elan (mulai dari EOS 10D, 20D, 30D, 40D, dan 50D) memiliki cropping factor sebesar 1,6x (ukuran sensornya disebut APS-C Canon).
  • Sementara Nikon varian D50, D70, D40, D60, D80, D90, D100, D200, hingga D300 memiliki cropping factor 1,5x (disebut APS-C Nikon atau Nikon DX format).
  • Produk-produk D-SLR entry dari Sony, Pentax, Konica Minolta Maxxum, Samsung juga memiliki nilai crop factor sekitar 1,5 dan 1,6 ini.
  • Sementara sistem Four Third pada D-SLR Olympus serta Panasonic Lumix L10 memiliki cropping factor 2x.

Hal ini menunjukkan bahwa di antara daftar di atas, ukuran sensor D-SLR setara APS-C dari Nikon memiliki ukuran sensor yang paling besar, sementara FourThird dari Olympus memiliki ukuran sensor yang paling kecil.

Jadi kalau kamera D-SLR teman-teman memiliki cropping factor dan memakai lensa 100mm, yang teman-teman akan dapatkan sesungguhnya adalah bidang pandang lensa 150mm (Nikon), 160mm (Canon), dan 200mm (Olympus) …

Jadi kalau misalnya teman-teman adalah pengguna Canon APS-C, dan menginginkan bidang pandang sejati lensa sekitar 100mm, carilah lensa dengan panjang fokal 60mm; karena panjang fokal 60mm dikali cropping factor Canon – 1,6, hasilnya adalah 96mm (mendekati 100mm lah setidaknya). Hitungan matematika sederhana bukan???

Keuntungan Kamera dengan Crop Factor..

Yee jangan dikira punya kamera dengan crop factor cuma ada ruginya aja dibanding punya kamera full-frame. Untuk beberapa aspek dan aplikasi tertentu, kamera dengan crop factor justru cenderung lebih unggul dibanding kamera full-frame.

  • Untuk aplikasi pemotretan makro; dari segi magnifikasi, kamera dengan sensor cropped memiliki keunggulan karena dengan lensa yang sama, kita mendapatkan bidang pandang yang lebih ‘tele’, sehingga dengan jarak obyek-kamera yang lebih jauh, kita mendapatkan perbesaran yang sama dengan bidang pandang kamera fullframe dengan jarak obyek-kamera yang lebih dekat. Magnifikasi obyek pada hasil gambar yang didapatkan pun begitu, kamera dengan crop factor yang beresolusi 12 megapixel akan menghasilkan magnifikasi lebih besar daripada kamera fullframe dengan resolusi 12 megapixel;
  • Kamera dengan crop factor hanya ‘melihat’ sebagian di tengah pada keseluruhan bidang pandang yang dilihat lensa. Oleh karena itu, jika menggunakan lensa yang diperuntukkan bagi kamera full-frame (yang artinya sebagian besar lensa profesional), kamera dengan crop factor relatif lebih aman dari munculnya gejala vignetting dan degradasi kualitas gambar pada bagian ujung frame (corner sharpness);
  • Kamera dengan crop factor biasanya lebih compact dan ringan. Hal ini tentu terjadi karena dengan lebih kecilnya ukuran sensor, ukuran cermin dan penta-prism juga dapat diperkecil.

Cropping Factor pada Kamera Digital Compact/Prosumer

Pernah ndak kaget saat membaca tulisan jarak fokal di depan kamera digital compact/prosumer? Saya sendiri dulu pernah kaget sebelum mengenal istilah crop factor ini… di ujung depan lensa kamera prosumer Canon Powershot SX100IS saya tertulis jarak fokal 6.0-60.0mm! Waw, kalau lensanya beneran mampu mencapi 6 mm pasti wide sekali ya!! Sudut pandang diagonalnya bisa lebih dari 135 derajat tuh!

Tapi kenyataannya kok ndak se-wide itu ya? Pada posisi lensa paling ‘wide’ pun (yaitu yang katanya 6 mm itu) bahkan bidang pandang sensornya tidak lebih wide daripada posisi 18mm di lensa kit 18-55 D-SLR saya?? Hmm…

Canon Powershot SX100IS crop

Gambar 3. Tulisan jarak fokal di depan lensa Powershot SX100IS… 6,0-60,0mm????

Jawabannya ternyata memang crop factor ini…

Seperti yang tercantum pada daftar crop factor di bawah ini, Powershot SX100IS memiliki ukuran sensor 1/2,5”, yang berarti memiliki nilai crop factor sebesar kurang lebih 6x. Itu artinya sebetulnya kamera tersebut memiliki full-frame equivalent atau jarak fokal sejati sekitar 36-360mm. Hmmm… Baru segalanya terasa masuk akal…

nah, coba sekarang lihat jarak fokal yang tertulis di kamera digital compact milik teman-teman, lalu cocokkan crop factornya dengan daftar di bawah ini… Ukuran sensor dapat dilihat pada bab >spesifikasi produk< di buku manual masing-masing kamera…

DAFTAR NILAI CROP FACTOR TIAP TIPE UKURAN SENSOR PADA KAMERA COMPACT/PROSUMER

Daftar ini disarikan dari wikipedia dan hanya ukuran sensor yang populer ada saat ini yang saya cantumkan. Untuk daftar lengkap dari wikipedia, baca di sini.

  • Ukuran sensor 1/2,7″ memiliki nilai Crop Factor sebesar 6,44x
  • Ukuran sensor 1/2,5″ memiliki nilai Crop Factor sebesar 6,02x
  • Ukuran sensor 1/1,8″ memiliki nilai Crop Factor sebesar 4,84x
  • Ukuran sensor 1/1,17″ memiliki nilai Crop Factor sebesar 4,55x

.

All text and images © Putra Munchana 2009

Creative Commons License
All Images & Words @ bligungtre.wordpress.com byPutra Munchana Anak Agung is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 Unported License.

7 Responses to “Cropping Factor”

  1. thank for the article it can help me a lot.

    • bligungtre Says:

      You’re welcome Neoth… nice to know it helps you.
      I’m planning to continously update my articles, with more illustrations of course.. roughly one (or maybe two) article(s) a week..
      so don’t hesitate to visit my blog again next time. 🙂

  2. adi.prasetya Says:

    wowowowowowowowowow….nice inpoh gan….
    request inpoh tentang dasar2 fotografi donk tre
    banyak yang minta tuh, sekalian biar kalo ada yang nanya langsung bisa kasi link tentang penjelasan2 yang kumplit….
    yang isinya tentang istilah2 dasar, teknik2 dan kawan2nya
    thx, sukses selalu

    • bligungtre Says:

      Tengkyu Gan! dasar-dasar fotografi baru ada dikit di https://bligungtre.wordpress.com/2009/09/04/532/
      Itu sudut pandangnya memotret dengan masing2 mode: PASM

      Nah yang selanjutnya masih draft, belum dipablis, tentang “Setting Aperture & DoF” sama ” Setting Shutter Speed & Kesan Pergerakan” belum sempet bikin foto ilustrasinya nih.. bantuin donk! Nanti ditulis copyrightnya kok.. hehehehe.. mau ikutan jadi kontributor aja Di?

      Hehehe.. betul, ini juga bikin blognya biar gampang kalo ditanyain orang..
      Orang : Put, ajarin moto donk!
      Putre : Waduh, gimana ngajarinnya yah? Harus sering latian! dan baca2 aja artikel di internet… nih linknya : http://www.blablabla.com ato http://www.blablabla.net... gitu…
      Orang : wah, ga ngerti bahasa inggris…
      Putre : Ya udah, baca aja di sini http://www.bligungtre.wordpress.com///

      Hehehe.. gitu Di…

      Lanjut Gan!!!!

      • yep 😀
        itu maksud adi tre, itu link dipasang di facebook atuh, biar orang lebih gampang nyarinya, sekalian promosi diri, ahahahaha….
        sekalian pasang beberapa sharing untuk eksperimen2 yg pernah dibuat, gmn?

      • bligungtre Says:

        Lha, kalo itu ntar Di.. kontennya harus lengkap dulu… daftar kontennya ada di https://bligungtre.wordpress.com/site-map/ . Semuanya mau dilengkapin dulu, baru bisa launching… sekarang kan masih ngebangun basic content dulu, belum launching… takutnya kalo setengah2, orang ga akan mau rajin berkunjung nungguin konten yang belum jadi…

        Hehehe… eksperimen ya? Gih Adi yang ngisi gih… Putre kurang bisa ‘mendokumentasikan’ eksperimen dalam tulisan soalnya… belum lagi agak susah nih cari waktu buat eksperimen…
        Sementara sih konsen ke konten dulu aja… jadi mau gak jadi kontributor?? hehehe

  3. tetapi seiring berkembangnya teknologi, lama kelamaan harga D-slr full frame juga pasti juga akan semakin terjangkau, lihat saja contohnya pada kamera agak lama seperti sony alpha 900 dan 850, sama2 full frame tetapi harga beda lumayan jauh

Leave a comment